Welcome to BPP Kedungwaru

Selasa, 19 Maret 2013

" SEMANGKA BERDAUN SIRIH "


           Kalimat  ini menggugah ingatan kita pada era 80 an, sebuah judul lagu yang dinyanyikan oleh almarhum Brurry Pesolima.  “Semangka berdaun sirih  “  satu kalimat dua kata yang  sama-sama tanaman menjalar, namun sangat berbeda produk yang dihasilkan, kalau semangka hasil buah manis menyegarkan, dan sirih hasil daun rasa petar sedikit pedas. Ungkapan inilah yang menggelitik saya untuk mengangkat karena banyak petani jatuh bangun karena semangka.
           Semangka jenis tanaman buah yang tidak asing lagi bagi kita, banyak dibudidayakan oleh petani,walaupun padat modal dan penuh resiko,namun banyak para petani yang membudidayakan, karena pada saat tertentu harganya memang menggiurkan.Disini saya tidak mengungkap  tentang teknologi dan budidayanya tanaman semangka, namun tentang managemen pemasaran dan kemitraan antara pelaku utama ( petani ) dan pelaku usaha ( pedagang ).
            Ada beberapa kasus tentang budidaya dan kemitraan  pemasaran semangka :
  1. Kemitraan berdasarakan tranfer teknologi
  2. Kemitraan pinjam sarana produksi
  3. Kemitraan bagi hasil
  4. Kemitraan dengan pedagang buah.
 # Kemitraan dengan sistim transfer teknologi dari fihak II yang sudah pengalaman dan punya teknologi,tentang budidaya semangka dengan sistim bahwa nanti bila sudah panen fihak II minta jasa dari petani antara 10 – 15 persen dari hasil bersih penjualan, petani yang punya lahan masih menanggung beban ,biaya sarana produksi dan biaya operasional.

 # Kemitraan dengan pinjam sarana produksi dengan fihk II, dimana fihak ke II meminjami sarana produksi mulai dari pengadaan bibit,pupuk,obat-obatan sampai biaya operasional dengan perjanjian bila sudah panen petani harus mengembalikan semua pinjaman yang diberikan oleh fihak II dan jasa bunga yang sudah disepakati awal ,masih ada embel-embel pemasaran nya pun terikat oleh fihak II.

 # Kemitraan bagi hasil,petani yang punya lahan menanggung 50 persen sarana produksi, sedang
fihak II menanggung 50 persen sarana produksi dan tenaga pengelolaan nya,bila sudah panen dibagi dua yaitu 50 persen untuk petani pemilik lahan, dan 50 persen untuk fihak penggarap, ini masih mendingan kalau ada resiko kegagalan sama-sama menanggung tentang pemasaran nya umumnya bebas,artinya siapapun yang mencari pedagang harus sama-sama diketahui dan disepakati  harga yang di inginkan bersama.

 # Kemitraan dengan pedagang buah,umumnya pedagang buah tanaman belum waktu panen sudah mulai keliling ke para petani yang menanam semangka, dengan dalih jual jasa menawari uang dengan syarat nanti bila sudah saat panen hasilnya harus dijual kepada meraka ( pedagang ),celakanya  bahkan bisa terjadi traksi jual beli saat itu juga ( Sistim ijon ) ,kalau memang petani saat itu sangat membutuhkan biaya, ironisnya tentang hargapun  pasti jauh lebih murah bila dijual pada saat buah sudah masak



        Inilah nasib petani semangka, kalau harga semangka pas baik dan tidak ada musibah, petani bisa tersenyum , merasakan manisnya buah semangka, tapi kalau ada musibah ( serangan hama , penyakit dan bencana alam , hujan salah mongso buah semangka siap panen bisa pecah semua berarti gagal total ) , maka bukan manisnya rasa buah semangka yang dirasakan, namun pahit dan getirnya daun sirih yang dirasakan. Nasib-nasib mengapa Brurry Pesolima membuat ungkapan
 “ SEMANGKA BERDAUN SIRIH “  bukan Semangka berdaun Dolar “
 Tolong ikut memecahkan nasib petani semangka.




                                                                                                        Oleh
                                                                                                  peit raharjo.
                                                                                                      180612
  

3 komentar: