PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK GULA
Posting By :
Mulyo Apriyanto, SP
LIMBAH
PABRIK GULA
Pada
pemrosesan gula dari tebu menghasilkan limbah atau hasil samping, antara lain
ampas, blotong dan tetes. Ampas berasal dari tebu yang digiling dan digunakan
sebagai bahan bakar ketel uap. Blotong atau filter cake adalah endapan
dari nira kotor yang di tapis di rotary vacuum filter, sedangkan tetes
merupakan sisa sirup terakhir dari masakan yang telah dipisahkan gulanya
melalui kristalisasi berulangkali sehingga tak mungkin lagi menghasilkan
kristal.
LIMBAH
BAGASSE
Satu
diantara energi alternatif yang relatif murah ditinjau aspek produksinya dan
relatif ramah lingkungan adalah pengembangan bioetanol dari limbah-limbah
pertanian (biomassa) yang mengandung banyak lignocellulose seperti bagas
(limbah padat industri gula). Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang
sangat melimpah seperti bagas. Industri gula khususnya di luar jawa
menghasilkan bagas yang cukup melimpah.
Potensi
bagasse di Indonesia menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI)
tahun 2008, cukup besar dengan komposisi rata-rata hasil samping industri gula
di Indonesia terdiri dari limbah cair 52,9 persen, blotong 3,5 persen, ampas
(bagasse) 32,0 persen, tetes 4,5 persen dan gula 7,05 persen serta abu 0,1
persen.
Bagasse
tebu (Saccharum officinarum L.) semula banyak dimanfaatkan oleh pabrik
kertas, namun karena tuntutan dari kualitas kertas dan sudah banyak tersedia
bahan baku kertas lain yang lebih berkualitas, sehingga pabrik kertas mulai
jarang menggunakannya. Material bahan organik yang dimiliki pabrik gula cukup
banyak, sebagai contoh adalah limbah hasil proses pasca panen di lapangan, yaitu
klaras dan daun tebu, serta limbah proses pabrik gula, antara lain blotong dan
ampas tebu yang kadar bahan organiknya dapat mencapai di atas 50% (Unus, 2002).
Limbah padat pabrik gula (PG) berpotensi besar sebagai sumber bahan organik
yang berguna untuk kesuburan tanah. Menurut Budiono (2008), ampas (bagasse)
tebu mengandung 52,67% kadar air; 55,89% C-organik; N-total 0,25%; 0,16% P2O5;
dan 0,38% K2O.
dan 0,38% K2O.
Kompos
adalah hasil dekomposisi biologi dari bahan organik yang dapat dipercepat
secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba (bakteria, actinomycetes
dan fungi) dalam kondisi lingkungan aerobik atau anaerobic. Hasil pengomposan
campuran blotong, ampas (bagasse) dan abu ketel diinkubasi dengan bioaktivator
mikroba selulolitik selama 1 dan 2 minggu, kemudian diaplikasikan ke lahan
tebu. Pemberian kompos 10 ton/ha mampu meningkatkan bobot tebu sebanyak
16,8 ton/ha. Bioaktivator adalah inokulum campuran berbagai jenis
mikroorganisme (mikroba lignolitik, selulolitik, proteolitik, lipolitik, amilolitik,
dan mikroba fiksasi nitrogen non simbiotik) untuk mempercepat laju pengomposan
bahan organik . Bibit perombak Katalek® merupakan bioaktivator
pembuatan kompos yang diteliti selama beberapa tahun akan keefektifan
mikrobanya dalam mempercepat perombakan bahan-bahan organik menjadi unsur hara
yang berguna bagi tanah. Bibit perombak Katalek® mengandung 13 macam
mikroba (diantaranya Bacillus, Lactobacillus, Pseudomonas, Streptomyces,
Clostridium, Aspergillus) yang berperan dalam penguraian atau dekomposisi limbah
oirganik sampai berubah menjadi kompos. Sedangkan penggunaan bibit pengaya
Katalek® yang terdiri dari beberapa mikroba diantaranya Azotobacter,
Trichoderma, Aspergillus, Pseudomonas) akan menghasilkan kompos yang lebih kaya
akan unsur hara (N, P dan K) sehingga dapat mempengaruhi produktivitas
tanaman.
Pengembangan
teknologi bioproses etanol dengan menggunakan enzim pada proses hidrolisisnya
diyakini sebagai suatu proses yang lebih ramah lingkungan. Pemanfaatan enzim
sebagai zat penghidrolisis tergantung pada substrat yang menjadi prioritas,
penelitian telah dilakukan untuk mengantikan asam yaitu menggunakan jamur
pelapuk putih untuk perlakuan awal kemudian dengan menggunakan enzim selulase
untuk menghidrolisis selulosa menjadi glukosa, kemudian melakukan fermentasi
dengan menggunakan S. cerivisiae untuk mengkonversi menjadi etanol. Namun,
pemanfaatan enzim selulase dan yeast S. cerivisiae tidak mampu mengkonversi
kandungan hemiselulosa pada bagas. Padahal sekitar 20-25% komposisi karbohidrat
bagas adalah hemiselulosa. Jika kita mampu mengkonversi hemiselulosa berarti
akan meningkatkan konversi bagas menjadi etanol. Material berbasis
lignoselulosa (lignocellulosic material) memiliki substrat yang cukup kompleks
karena didalamnya terkadung lignin, polisakarida, zat ekstraktif, dan senyawa
organik lainnya. Bagian terpenting dan yang terbanyak dalam lignocellulosic
material adalah polisakarida khususnya selulosa yang terbungkus oleh lignin
dengan ikatan yang cukup kuat. Dalam kaitan konversi biomassa seperti bagas
menjadi etanol, bagian yang terpenting adalah polisakarida. Karena polisakarida
tersebut yang akan dihidrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa,
xilosa, arabinosa dan lain-lain sebelum dikonversi menjadi etanol. Proses
hidrolisis umumnya digunakan pada industry etanol adalah menggunakan hidrolisis
dengan asam (acid hydrolysis) dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) atau
dengan menggunakan asam klorida (HCl). Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan
menggunakan enzim yang sering disebut dengan enzymatic hydrolysis yaitu
hidrolisis dengan menggunakan enzim jenis selulase atau jenis yang lain.
Keuntungan dari hidrolisis dengan enzim dapat mengurangi penggunaan asam
sehingga dapat mengurangi efek negatif terhadap lingkungan. Kemudian setelah proses
hidrolisis dilakukan fermentasi menggunakan yeast seperti S. cerevisiae untuk
mengkonversi menjadi etanol. Proses hidrolisis dan fermentasi ini akan sangat
efisien dan efektif jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui
tenggang waktu yang lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah
Simultaneous Sacharificatian dan Fermentation (SSF). Keuntungan dari proses ini
adalah polisakarida yang terkonversi menjadi monosakarida tidak kembali menjadi
poliskarida karena monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol. Selain
itu dengan menggunakan satu reaktor dalam prosesnya akan mengurangi biaya
peralatan yang digunakan.
Seperti
halnya pakan ternak dari limbah yang mengandung serat pada umumnya, bagas tebu
mempunyai faktor pembatas, yaitu kandungan nutrisi dan kecernaannya yang sangat
rendah. Bagas tebu mempunyai kadar serat kasar dan kadar lignin sangat tinggi,
yaitu masing-masing sebesar 46,5% dan 14%. Pendekatan bioproses dalam rumen
melalui suplementasi amonium sulfat dan defaunasi yang dilakukan pada kambing
yang mendapat ransum berbahan dasar limbah tebu belum berhasil meningkatkan
produktivitas kambing. Pendekatan melalui teknik pengolahan pakan sebelum pakan
dikonsumsi akan dapat meningkatkan daya guna bagas tebu. Rekayasa teknologi pengolahan
pakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas nutrisi bagas tebu
adalah teknik amoniasi dan fermentasi. Proses amoniasi akan melemahkan ikatan
lignoselulosa bagas tebu serta fermentasi telah terbukti dapat menurunkan kadar
serat kasar dan meningkatkan kadar protein kasar. Mikroba yang sering digunakan
sebagai agen fermentasi limbah yang mengandung serat kasar tinggi adalah kapang
Trichoderma viride. Kapang tersebut akan menghasilkan enzim untuk
mencerna serat kasar sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan.
Teknologi
pembuatan papan partikel dari ampas tebu PSUH 94-3 merupakan komponen teknologi
pemanfaatan hasil samping tebu. Kompo-sisi bahan dan teknologi pembuatan papan
partikel telah memenuhi Standar Industri Indonesia (SII) seperti terlihat pada
tabel hasil uji coba. Papan partikel dari ampas tebu dibuat dengan cara
pengeringan, penggilingan, dan pe-nyaringan ampas, pencampuran ampas dengan
perekat, resin dan parafin wax serta pencetakan dengan tekanan hidrolik pada
kondisi tekanan 10 kg per cm2, suhu 150?C selama 15 menit. Perekat terdiri dari
urea formaldehide, hardener, ammonia, dan air.
LIMBAH
BLOTONG
Salah
satu limbah yang dihasilkan PG dalam proses pembuatan gula adalah blotong,
limbah ini keluar dari proses dalam bentuk padat mengandung air dan masih ber
temperatur cukup tinggi < panas >, berbentuk seperti tanah, sebenarnya
adalah serat tebu yang bercampur kotoran yang dipisahkan dari nira. Komposisi
blotong terdiri dari sabut, wax dan fat kasar, protein kasar,gula, total abu,SiO2,
CaO, P2O5 dan MgO. Komposisi ini berbeda prosentasenya dari satu PG dengan PG
lainnya, bergantung pada pola prodkasi dan asal tebu.
Selama
ini pemanfaatan blotong umumnya adalah sebagai pupuk organik, dibeberapa PG
daur ulang blotong menjadi pupuk yang kemudian digunakan untuk produksi tebu di
wilayah-wilayah tanam para petani tebu. Proses penggunaan pupuk organik ini
tidak rumit, setelah dijemur selama beberapa minggu / bulan untuk diaerasi di
tempat terbuka, dimaksudkan untuk mengurangi temperatur dan kandungan Nitrogen
yang berlebihan. Dengan tetap menggunakan pupuk anorganik sebagai starter, maka
penggunaan pupuk organik blotong ini masih bisa diterima oleh masyarakat. Pada
perkembangan selanjutnya, upaya pemanfaatan blotong sebagai pengganti kayu bakar
mulai dilirik setelah kampanye penggunaan energi alternaif didengungkan.
Pemanfaatan blotong sebagai kayu bakar, sebenarnya sudah lama dijalankan oleh
masyarakat di sekitar PG, hal ini diawali dari pengalaman mereka setelah
melihat bahwa blotong bisa terbakar, dan timbulah pemikiran untuk memanfaatkan
blotong sebagai pengganti kayu bakar dengan cara menghilangkan kadar air yang
terkandung didalamnya.\ untuk memudahkan dalam penggunaanya sebagai kayu bakar,
mereka mencetak dalam ukuran yang mudah diangkut dan sesuai dengan ukuran mulut
kompor didapur mereka,
Proses
pembuatan blotong pengganti kayu bakar sangat sederhana, limbah blotong dari
pabrik yang masih panas, diangkut dengan dump truk menuju lokasi
pengrajin/pembuat blotong kayu bakar, blotong ini kemudian dijemur di terik
matahari selama 2 – 3 minggu dengan intensitas matahari penuh. Sebelum total
kering, lapisan blotong ini dipadatkan dengan tujuan untuk mempersempit pori
dan membuang sisa kandungan air, kemudian dipotong seukuran batu bata untuk memudahkan
pengangkutan. Setelah dirasa cukup kering pada satu permukaan, bata blothong
ini dibalik, supaya sisi lainnya juga kering. Hasil yang diperoleh dari proses
ini adalah blothong seukuran batu bata yang bobotnya ringan karena kandungan
airnya sudah hilang. Penggunaan, untuk keperluan memasak di kompor tanah
mereka, blothong kering tersebut masih harus dipotong menjadi ukuran yang lebih
kecil menyesuaikan lubang pemasukan kompor. Dari satu rit blothong tersebut,
setelah diolah dan kering, kemudian dipindahkan ke dapur sebagai cadangan kayu
bakar. Cadangan blothong / kayu bakar ini cukup untuk memenuhi kebutuhan
memasak sampai dengan musim giling tahun depan.
Blotong
dapat dimanfaatkan sebagai sumber protein. Kandungan protein dari nira sekitar
0.5 % berat zat padat terlarut. Dari kandungan tersebut telah dicoba untuk
melakukan ekstraksi protein dari blotong dan ditemukan bahwa kandungan protein
dari blotong yang dipress sebesar 7.4 %. Protein hanya dapat diekstrak
menggunakan zat alkali yang kuat seperti sodium dodecyl sulfate. Kandungan dari
protein yang dapat diekstrak antara lain albumin 91.5 %; globulin 1 %; etanol
terlarut 3 % dan protein terlarut 4 %. Dengan demikian blotong dapat juga
digunakan sebagai pakan ternak dengan cara dikeringkan dan dipisahkan partikel
tanah yang terdapat didalamnya. Untuk menghindari kerusakan oleh jamur dan
bakteri blotong yang dikeringkan harus langsung digunakan dalam bentuk pellet
Pada
saat ini pemanfaatan blotong antara lain sebagai bahan bakar alternative dalam
bentuk briket. Untuk pembuatan briket blotong dipadatkan lalu dikeringkan.
Keuntungan menggunakan briket blotong adalah harganyayang lebih murah daripada
kayu bakar dan bahan bakar lain. Akan tetapi untuk membuat briket ini
diperlukan waktu cukup lama antara 4 sampai 7 hari pengeringan, selain itu juga
tergantung dari kondisi cuaca. Pada saat ini semakin banyak masyarakat yang
memanfaatkan blotong sebagai bahan bakar rumah tangga pengganti MITAN dan kayu
bakar. Kedepannya perlu ada kajian apakah briket blotong ini juga bisa
digunakan sebagai bahan bakar ketel sehingga dapat mengurangi konsumsi bahan
bakar minyak PG.
Blotong
dapat digunakan langsung sebagai pupuk, karena mengandung unsur hara yang
dibutuhkan tanah. Untuk memperkaya unsur N blotong dikompos dengan ampas tebu
dan abu ketel (KABAK). Pemberian ke tanaman tebu sebanyak 100 ton blotong atau
komposnya per hektar dapat meningkatkan bobot dan rendemen tebu secara
signifikan. Kandungan hara kompos ampas tebu (KAT), blotong dan komposdari
ampas tebu, blotong dan abu ketel (KABAK)
LIMBAH
TETES
Tetes
atau molasses merupakan produk sisa (by product) pada proses pembuatan gula.
Tetes diperoleh dari hasil pemisahan sirop low grade dimana gula dalam sirop
tersebut tidak dapat dikristalkan lagi. Pada pemrosesan gula tetes yang
dihasilkan sekitar 5 – 6 % tebu, sehingga untuk pabrik dengan kapasitas 6000
ton tebu per hari menghasilkan tetes sekitar 300 ton sampai 360 ton tetes per
hari. Walaupun masih mengandung gula, tetes sangat tidak layak untuk dikonsumsi
karena mengandung kotoran-kotoran bukan gula yang membahayakan kesehatan.
Penggunaan tetes sebagian besar untuk industri fermentasi seperti alcohol,
pabrik MSG, pabrik pakan ternak dll.
Secara
umum tetes yang keluar dari sentrifugal mempunyai brix 85 – 92 dengan zat
kering 77 – 84 %. Sukrosa yang terdapat dalam tetes bervariasi antara 25 – 40
%, dan kadar gula reduksi nya 12 – 35 %. Untuk tebu yang belum masak biasanya
kadar gula reduksi tetes lebih besar daripada tebu yang sudah masak. Komposisi
yang penting dalam tetes adalah TSAI ( Total Sugar as Inverti ) yaitu gabungan
dari sukrosa dan gula reduksi. Kadar TSAI dalam tetes berkisar antara 50 – 65
%. Angka TSAI ini sangat penting bagi industri fermentasi karena semakinbesar
TSAI akan semakin menguntungkan, sedangkan bagi pabrik gula kadar sukrosa
menunjukkan banyaknya kehilangan gula dalam tetes.
Tetes
merupakan bahan yang kaya akan karbohidrat yang mudah larut (48-68)%, kandungan
mineral yaqng cukup dan disukai ternak karena baunya manis. Selain itu tetes
juga mengandung vitamin B komplek yang sangat berguna untuk sapi yang masih
pedet. Tetes mengandung mineral kalium yang sangat tinggi sehingga pemakaiannya
pada sapi harus dibatasi maksimal 1,5-2 Kg/ekor/hari. Penggunaan tetes sebagai
pakan ternak sebagai sumber energi dan meningkatkan nafsu makan, selain itu
juga untuk meningkatkan kualitas bahan pakan dengan peningkatan daya cernanya.
Apabila takaran melebihi batas atau sapi belum terbiasa maka menyebabkan
kotoran menjadi lembek dan tidak pernah dilaporkan terjadi kematian karena
keracunan tetes.
Pembuatan
bioethanol molase melalui tahap pengenceran karena kadar gula dalam tetes tebu
terlalu tinggi untuk proses fermentasi, oleh karena itu perlu diencerkan
terlebih dahulu. Kadar gula yang diinginkan kurang lebih adalah 14 %. Kemudian
dilakukan penambahan ragi, urea dan NPK kemudian dilakukan proses fermentasi.
Proses fermentasi berjalan kurang lebih selama 66 jam atau kira-kira 2.5 hari.
Salah satu tanda bahwa fermentasi sudah selesai adalah tidak terlihat lagi
adanya gelembung-gelembung udara. Kadar etanol di dalam cairan fermentasi
kurang lebih 7% – 10 %. Setelah proses fermentasi selesai, masukkan cairan fermentasi
ke dalam evaporator atau boiler dan suhunya dipertahankan antara 79 – 81oC.
Pada suhu ini etanol sudah menguap, tetapi air tidak menguap. Uap etanol
dialirkan ke distilator. Bioetanol akan keluar dari pipa pengeluaran
distilator. Distilasi pertama, biasanya kadar etanol masih di bawah 95%.
Apabila kadar etanol masih di bawah 95%, distilasi perlu diulangi lagi hingga
kadar etanolnya 95%. Apabila kadar etanolnya sudah 95% dilakukan dehidrasi atau
penghilangan air. Untuk menghilangkan air bisa menggunakan kapur tohor atau
zeolit sintetis. Setelah itu didistilasi lagi hingga kadar airnya kurang lebih
99.5%.
Sumber : RIZKY KURNIA. W
Tulisan keren kak,saya penjual motor si Tulungagung, kediri dan Trenggalek. Klik disini
BalasHapusSaya perlu ampas bagase... Cara pesan gmna
BalasHapusSaya butuh tetes tebu cara pesan gmn
BalasHapusSaya butuh blotong tebu cara pesennya gmna?adakah nmer wa yg bisa dihubungi lokasi sy trenggalek
BalasHapus