MENGENAL RAWAT RATOON TEBU DI LAHAN KERING
Produktivitas
pertanaman tebu pertama (PC) hingga pertanaman ratoon kedua (RC-2) di
lahan kering secara umum tidak mengalami perubahan yakni sekitar 80 90 ton per
hektar. Pada pertanaman ratoon ketiga (RC-3) dan seterusnya produktivitas tanaman
yang diperoleh mengalami penurunan sebesar 41,2% menjadi 50 ton per ha. Hal ini
terjadi karena tanahnya mulai mengeras, jumlah anakan yang terbentuk sudah
banyak tetapi berdiameter kecil, dan banyak tanaman tebu yang mati. Oleh karena
itu pemerintah memprogramkan bongkar ratoon dilakukan pada pertanaman RC-3.
Penerapan program bongkar ratoon tersebut menyebabkan pembongkaran areal
tanaman tebu seluas 33% dari total areal pengembangan tebu di Indonesia per
tahunnya dan penyediaan benihnya untuk penanaman kembali. Penyediaan benih yang
dibutuhkan tersebut terlalu banyak dan sulit untuk dipenuhi. Oleh karena itu
penerapan program bongkar ratoon perlu diperpanjang dari pertanaman RC-3
menjadi pertanaman RC-5 dengan syarat produktivitas yang dihasilkan setara dengan
yang diperoleh pertanaman PC. Perpanjangan penerapan program bongkar ratoon tersebut
dimaksudkan untuk mengurangi penyediaan benih 50% dari kebutuhan semula
sehingga kebutuhan benih tebu per tahunnya semakin sedikit. Penurunan produktivitas
pertanaman tebu RC-3 sampai RC-5 dapat ditekan bila dilakukan penerapan teknologi
budi daya rawat ratoon. Beberapa komponen teknologi rawat ratoon mencakup
1). Penyulaman, 2) Pedot oyot, 3) Pemberian bahan organik, 4) Populasi 10
batang/m juring, 5) ZPT, dan 6) Kombinasi antarkomponen.
1. PENYULAMAN
Demikian dapat
menurunkan produktivitas tebu yang dihasilkan. Untuk melengkapi populasi
tanaman tebu yang mati diperlukan penyulaman dengan bibit rayungan (benih bagal
yang sudah keluar daun). Penyulaman benih pada pertanaman RC mampu menghasilkan
hablur sebesar 3,05 ton/ha atau meningkat sebesar 12,27% dari pertanaman RC
yang tidak disulam.
2. PEDOT OYOT
Pertanaman tebu RC
3 sampai RC 5 mempunyai perakaran yang banyak dan berumur tua sehingga serapan
hara dan air menjadi rendah. Untuk meningkatkan serapan tersebut perlu
dilakukan peremajaan akar melalui kegiatan pedot oyot. Pada tanaman tebu, bila akar-akar
tua diputus maka akan tumbuh akar-akar baru yang mempunyai serapan hara dan air
lebih tinggi dibanding akar-akar tua. Peningkatan serapan hara dan air tersebut
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman sehingga hasil hablur yang diperoleh
sebesar 3,68 ton/ha atau meningkat 35,45% dari pertanaman RC yang tanpa dipedot
oyot.
3.
PEMBERIAN BAHAN ORGANIK
Secara umum kondisi
tanah pada pertanaman RC lebih padat dibanding dengan pada pertanaman PC.
Kondisi yang demikian menyebabkan daya simpan air dan aerasi dalam tanah menurun
sehingga pertumbuhan akar terganggu. Pemberian bahan organik berupa pupuk kandang
atau kompos dapat menggemburkan tanah dan menyimpan air serta menyuburkan tanah
akibatnya jazat renik di dalam tanah berkembang dengan baik. Pemberian bahan
organik mampu menghasilkan hablur sebesar 3,65 ton/ha atau meningkat 34,16%
dari pertanaman RC yang tanpa diberi bahan organik.
4.
POPULASI 10 BATANG PER M JURING
Pertanaman RC
secara umum menghasilkan jumlah anakan yang banyak sehingga jumlah populasi per
meter juring lebih dari 10 batang. Kondisi yang demikian menyebabkan batang
yang dihasilkan relatif lebih kecil sehingga produktivitas yang diperoleh lebih
rendah. Untuk meningkatkan produktivitas tersebut perlu dilakukan pengurangan
populasi tanaman sehingga populasi per meter juring dipertahankan sebanyak 10
batang. Aplikasi perlakuan tersebut pada 3,73 ton/ha atau meningkat 37,02% dari
pertanaman RC yang tidak diperlakukan.
5.
PEMBERIAN ZAT PENGATUR TUMBUH
Kondisi pertumbuhan
pertanaman RC yang menurun dibanding dengan pertanaman PC menyebabkan
produktivitas tebu yang dihasilkan menurun. Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman
tersebut perlu diberikan zat pengatur tumbuh untuk memacu pertumbuhannya.
Pemberian zat pengatur tumbuh pada pertanaman RC mampu menghasilkan hablur sebesar
3,47 ton/ha atau meningkat 27,41% dari pertanaman RC yang tidak diberi zat pengatur
tumbuh.
6.
KOMBINASI ANTAR KOMPONEN
Komponen teknologi budi daya rawat ratoon bila diaplikasikan secara sendiri-sendiri pada pertanaman RC ternyata belum mampu meningkatkan produktivitas tebu hingga mendekati produktivitas pertanaman PC. Oleh karena itu perlu dilakukan aplikasi kombinasi antar komponen teknologi rawat ratoon tersebut agar diperoleh produktivitas sesuai dengan yang dikehendaki. Kombinasi komponen sulam, pedot oyot, pemberian bahan organik dan populasi 10 batang per m juring yang diaplikasikan pada pertanaman RC mampu menghasilkan hablur sebesar 4,53 ton/ha atau meningkat 66,50% dari pertanaman RC yang tidak diperlakukan. Demikian pula kombinasi dari gabungan kelima komponen teknologi rawat ratoon yang diaplikasikan pada pertanaman RC mampu menghasilkan hablur sebesar 4,63 ton/ha atau meningkat 70,25% dari pertanaman RC yang tidak diperlakukan.
Sumber: Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Pusat Penelitian Dan Pengembangan Perkebunan Balai Penelitian Tanaman Pemanis Dan Serat Malang 2015