PENYAKIT BULAI PADA TANAMAN JAGUNG DAN
PENGENDALIANNYA
Meningkatnya populasi OPT akibat perubahan iklim menuntut
adanya varietas jagung yang adaptif terhadap perkembangan dinamika hama dan
penyakit di lapangan. Penyakit bulai misalnya, merupakan penyakit utama pada
tanaman jagung yang apabila tidak tertangani dengan baik akan menyebabkan
kehilangan hasil sampai 100%. Peningkatan suhu dan kelembaban akhir-akhir ini
diperkirakan akan semakin mempercepat perkembangbiakan dan penyebaran spora
bulai melalui media udara, tanah ataupun benih. Ciri umum yang ditimbulkan dari
serangan bulai adalah munculnya butiran putih pada daun yang merupakan spora
cendawan pathogen tersebut. Penyakit ini menyerang pada tanaman jagung varietas
rentan hama penyakit dan umur muda (1-2 MST) maka kehilangan hasil akibat
infeksi penyakit ini dapat mencapai 100% (Puso). Masa kritis tanaman jagung
terserang bulai berlangsung sejak benih ditanam hingga usia 40 hari.
Sejumlah daerah di Indonesia seperti Kalimantan Barat, Jawa
Timur dan Sumatera Utara dilaporkan telah menjadi daerah endemik bulai. Upaya
pencegahan yang dilakukan petani melalui perlakuan benih dengan fungisida
berbahan aktif metalaksil dilaporkan tidak membawa hasil karena adanya efek
resistensi atau kekebalan terhadap bahan aktif tersebut.
Gejala
Gejala khas bulai adalah adanya warna khlorotik memanjang
sejajar tulang daun dengan batas yang jelas antara daun sehat. Pada daun
permukaan atas dan bawah terdapat warna putih seperti tepung dan ini sangat
jelas pada pagi hari. Selanjutnya pertumbuhan tanaman jagung akan terhambat,
termasuk pembentukan tongkol, bahkan tongkol tidak terbentuk, daun-daun
menggulung dan terpuntir serta bunga jantan berubah menjadi massa daun yang
berlebihan
Penyebab dan Penyebarannya
Penyebab penyakit bulai di Indonesia yaitu jamur Peronosclerospora
maydis, P. maydis umumnya menyerang tanaman jagung di Pulau Jawa seperti
Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Di bawah ini sejumlah upaya yang
dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit bulai di lapangan:
1. Penggunaan varietas tahan seperti
jagung hibrida varietas Bima-1, Bima-3, 1. Bima-9, Bima-14 dan Bima-15 serta
jagung komposit varietas Lagaligo dan Lamuru.
- Periode bebas tanaman jagung hal ini dikhususkan kepada daerah-daerah 2. endemik bulai di mana jagung ditanam tidak serempak, sehingga terjadi variasi umur yang menyebabkan keberadaan bulai di lapangan selalu ada, sehingga menjadi sumber inokulum untuk pertanaman jagung berikutnya.
- Sanitasi lingkungan pertanaman jagung sangat perlu dilakukan oleh karena 3. berbagai jenis rumput-rumputan dapat menjadi inang bulai sehingga menjadi sumber inokulum pertanaman berikutnya.
- Rotasi tanaman dengan tujuan untuk memutus ketersediaan inokulum bulai 4. dengan menanam tanaman dari bukan sereal.
- Eradikasi tanaman yang terserang bulai. Penggunaan fungisida (b.a. Metalaksil) sebagai perlakuan benih (seed treatment)
6. untuk mencegah terjadinya infeksi
bulai lebih awal dengan dosis 2,5 -5,0 g/kg benih.
Daftar Pustaka :
Azri, 2009, Teknologi Pengendalian
Penyakit Bulai Tanaman Jagung, Badan Litbang Pertanian : Jakarta
Ruhendi, A. Iqbal, dan D. Soekarna.
1985. Hama Jagung di Indonesia. Dalam Hasil Penelitian Jagung, Sorgum
dan Terigu 1980-1984. Risalah Rapat Teknis Puslitbangtan : Bogor